Rusia Siagakan Rudal Antar Benua Raksasa Yars
Dalam konflik Isreal dan Palestina, Rusia telah memuat tambahan rudal balistik antar benua Yars ke dalam silo di pangkalan Kozelsk di wilayah Kaluga, barat daya Moskow.
Rudal itu adalah RS-24 sepanjang 23 meter yang dirancang membawa sejumlah multiple independently targetable reentry vehicle (MIRV). Teknologi ini membuat rudal itu bisa menargetkan beberapa hulu ledak ke sasaran yang berbeda. “Di kompleks Kozelsky, Pasukan Rudal Strategis memasukkan rudal balistik antarbenua Yars ke dalam silo peluncuran,” ucap Kementerian Pertahanan Rusia. Kementerian Pertahanan merilis cuplikan video rudal raksasa itu diangkut ke silo dan dimasukkan ke dalam lubang poros. Video itu diiringi dentuman musik rock.
Rusia memiliki persenjataan nuklir terbesar di dunia, yang diikuti Amerika Serikat. Kedua negara ini mengendalikan lebih dari 90 persen senjata nuklir dunia. Rusia memiliki sekitar 5.889 hulu ledak nuklir, sementara Amerika Serikat punya sekitar 5.244. Data yang dipaparkan Federasi Ilmuwan Amerika Serikat itu juga menjelaskan masing-masing negara memiliki sekitar 1.670 hulu ledak nuklir strategis yang sudah dikerahkan.
China-Rusia Berinisiatif Kirim Pasukan ke Gaza
Jalur Gaza masih menjadi perhatian publik karena serangan fase dua Israel ke wilayah tersebut usai gencatan senjata tak diperpanjang. Komunitas internasional pun ramai-ramai mendesak penerapan kembali kesepakatan damai itu. Mereka meminta Dewan Keamanan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan. Namun, sejumlah pihak menilai DK PBB tak becus sebagai penjaga perdamaian. Mesir dan Mauritania lantas menggunakan Resolusi 377 A untuk menyerukan gencatan senjata di Gaza.
Resolusi PBB 377A atau “Unity for Peace” dimana bertujuan untuk menyelesaikan situasi saat Dewan Keamanan PBB gagal menjalankan fungsinya. Resolusi tersebut memberi wewenang ke Majelis Umum untuk menggelar pertemuan melalui Sekretaris Jenderal dan membuat rekomendasi kolektif termasuk penggunaan angkatan bersenjata bila diperlukan.
Jika rekomendasi disetujui, pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia Yon Machmudi menduga China-Rusia bersedia mengirim pasukan internasional ke Gaza. Yon mengatakan kedua negara bersedia mengirim pasukan jika ada gencatan senjata permanen di Gaza. “Sebagai penjaga perdamaian jika gencatan senjata dilakukan dan Israel bersedia menarik diri dari wilayah pendudukan di Gaza dan Tepi Barat,” kata Yon.
Kemudian dia mengatakan, “Tentu ini bagian dari skema two states solution [solusi dua negara].”
Strategi Solusi 2 Negara Untuk Konfilk Israel-Palestina
Solusi dua negara adalah kerangka penyelesaian konflik Israel-Palestina, yang disetujui secara internasional, untuk mendirikan dua negara berdampingan, hidup damai, saling menghargai, dan saling mengakui kemerdekaan.
Artinya, pengerahan pasukan internasional baru bisa terjadi jika tak ada lagi agresi dan pasukan Israel di Palestina. Yon juga membeberkan tantangan kedua negara jika bersedia menghadirkan pasukan internasional.
Israel, selaku sekutu AS dan pihak yang melancarkan agresi, sulit berkomunikasi dengan Rusia. “Israel lebih mudah berkomunikasi dengan China dibanding dengan Rusia,” ucap Yon.
Di sisi lain, Rusia juga punya riwayat menginvasi Ukraina sehingga memicu keraguan publik soal pengerahan pasukan perdamaian. Namun, Rusia lebih mudah berkomunikasi dengan negara-negara Arab.Yon lantas menilai Rusia bisa memakai cara lain “tanpa mengirim pasukan secara langsung.” Salah satunya dengan mengirim observer atau analis militer ke negara Arab.
Baca Juga: Perang Gaza Makan Korban Baru Kapal Perang Prancis Di TembakĀ
Arab Tolak Kerahkan Pasukan
Baru-baru ini, negara Arab menolak pembentukan pasukan internasional untuk Gaza saat agresi Israel ke Palestina kian brutal.
Penolakan itu muncul ketika para pemimpin negara Arab hadir di Forum Doha, Qatar, pada 10-11 Desember. “Tak seorang pun dari wilayah ini [Teluk] akan menerima untuk mengerahkan pasukan [mengikuti] tank Israel. Ini tak bisa diterima,” kata Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani. Thani juga menentang kekuatan internasional di Gaza dalam kondisi saat ini. Ia menilai dunia tak boleh selalu membicarakan warga Palestina seolah mereka butuh wali. Dan saat ini masih dalam penangan dalam mengatasi masalah konflik ini.
Tetapi, Yon percaya negara-negara Arab akan berpikir ulang jika gencatan senjata permanen diterapkan. “Apabila terjadi gencatan senjata negara-negara Arab akan melakukan pengiriman pasukan jika diminta melalui payung resolusi PBB,” ucap dia.
Sementara itu, pakar keamanan dari China Zhou Bo sempat menyinggung soal pasukan penjaga perdamaian di Gaza. Komentar dia merespons laporan yang menyebut Israel dan AS membeberkan tiga opsi usai agresi rampung.
Menghadirkan Pasukan Penjaga Perdamaian
Tiga opsi itu yakni menyerahkan negara kawasan untuk mengawasi secara sementara Gaza, menghadirkan pasukan penjaga perdamaian, dan meniru kelompok Pasukan Multinasional dan Pengamat (MFO) yang beroperasi di Semenanjung Sinai. Zhou mengatakan membangun misi penjaga perdamaian memerlukan persetujuan dari pihak-pihak yang terlibat. “Namun siapa pihak yang terlibat dalam konflik ini? Israel pasti tidak akan membiarkan Hamas menjadi salah satunya,” uacp Zhou di tulisan kolom yang yang dirilis South China Morning Post.
Pantauan ViewNewz, Palestina dikuasai beberapa entitas yakni Otoritas Palestina yang menguasai sebagian Tepi Barat dan Hamas yang mengontrol Jalur Gaza. Zhou juga mengkritik opsi operasi pasukan semacam FMO di Gaza. Dia memandang FMO cukup berhasil di Mesir. “Tetapi, ini terjadi karena kedua negara punya keinginan yang kuat akan perdamaian yang langgeng,” lanjut dia.
Israel dan dua sekutunya, Prancis dan Inggris, sempat menginvasi Mesir hingga memicu krisis Suez pada 1956. PBB lalu turun tangan dengan pintu awal Resolusi 377A membentuk pasukan penjaga perdamaian internasional di perbatasan Mesir-Israel, Pasukan Darurat PBB (UNEF). Tetapi, UNEF tak punya fungsi tempur dan bertujuan menetralkan konflik hanya melalui kehadiran pasukan.
Rusia Tegaskan Israel Buat Bencana di Gaza
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan situasi di Jalur Gaza, Palestina, merupakan bencana yang tak bisa dibandingkan dengan konflik di Ukraina.
“Semua orang di sini dan seluruh dunia bisa melihat operasi militer khusus [di Ukraina] dan apa yang terjadi di Gaza dan merasakan perbedaannya,” ucap Putin dalam konferensi pers di Moskow.
Putin kemudian melanjutkan, “Tidak ada yang seperti ini di Ukraina.” Agresi Israel di Jalur Gaza hingga kini telah menewaskan lebih dari 18 ribu orang, mayoritas anak-anak dan perempuan. Ini harus segera di tangani, semakin banyak korban yang yang merasakan kesengsaraan dalam konflik ini.
Jumlah ini nyaris dua kali lipat dari total korban invasi Rusia ke Ukraina yakni lebih dari 10 ribu orang sejak invasi berlangsung Februari 2022. Posisi Rusia dalam konflik Israel dan kelompok Hamas Palestina sendiri berada di tengah. Rusia berusaha menjaga hubungan dengan kedua belah pihak yang bertikai.
Terlepas dari upaya menjaga hubungan dengan kedua negara, pada Oktober lalu, Putin mengatakan situasi di Gaza merupakan bencana kemanusiaan. Putin pun menyerukan kembali dukungan Rusia atas solusi dua negara yang dinilai menjadi ‘kunci bagi penyelesaian dan perdamaian jangka panjang dan mendasar di Timur Tengah’.
Israel telah melakukan agresi sejak 7 Oktober 2023. Sempat terjadi gencatan senjata selama tujuh hari pada 24 November hingga 1 Desember. Setelah itu Israel terus menggempur Palestina dengan dalih menghancurkan HamasĀ scroll viewport.io.
2 Comments